Sabtu, 26 Desember 2015

tugas biasa



29-12-2015_E.14.34173_RUBI SITI TARBIYAH_LEMBAGA ZAKAT DAN WAKAF
A.    LEMBAGA ZAKAT

LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT
Lembaga zakat merupakan badan yang mengelola sumber dana zakat yang diterima dari muzakki, baik perorangan maupun badan usaha dimana Penerimaan zakat tersebut sesuai dengan kaidah Islam yang berlaku atau amil yang menerima zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta serta zaklat dalam  bentuk lainnya (di Indonesia dipersepsikan infaq dan shadaqah).
Lembaga zakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Lembaga Amil Zakat yang dikelola oleh Harian Waspada yang berada di Jl. Brigjend Katamso No. 1 Medan,27 yang merupakan salah satu lembaga yang berperan untuk menerima zakat atau mendistribusikan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (muzakki)  khususnya di sumatera utara dan umumnya dari pihak manasaja kepada pihak yang kekurangan dana (mustahik).
          Fungsi lembaga zakat adalah untuk mendistribusikan dana zakat infaq dan sadaqah yang di terima atau dikumpulkan dari muzakki oleh lembaga zakat kemudian disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahik).
PERSYARATAN LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT.
Yusuf al Qaradhawi dalam bukunya Fiqh Zakat, menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum mislim yang termasuk rukun Islam (rukun Islam ketiga), karena itu sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesame muslim.
2. Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat.
3. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Serta keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparasi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggung jawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariat Islamiyyah.
4. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.dengan pengetahuan tentang zakat yang relative memadai, para amil zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dari kebodohannya pada masalah zakat tersebut.
5. Memiliki kemampuan untuk melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Amana dan jujur merupakan syarat yang sangat penting, akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan inilah yang akan menghasilkan kinerja yang optimal.
6. Hemat penulis, adalah kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang full-time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak tidak pula sambilan (tidak cekatan / hanya menunggu bola).

PRINSIP-PRINSIP LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT.
Dalam pengelolaan baik zakat, infaq dan shadaqoh terdapat beberapa prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelola dapat berhasil guna sesuai dengan yang diharapkan, prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip keterbukaan, suka rela, keterpaduan, profisionalisme, dan kemandirian.
Prinsip keterbukaan artinya dalam pengelolaan hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan agar dapat dipercaya oleh umat.
Prinsip kedua yaitu sukarela berarti bahwa dalam pemungutan dan pengumpulan hendaknya senantiasa berdasarkan prinsip suka rela dari umat Islam yang menyerahkan dan tidak boleh ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dapat dianggap sebagai suatu pemaksaan. Dan harus lebih diarahkan kepada motivasi yang bertujuan memberikan kesadaran kepada umat islam agar membayar kewajibannya.
Prinsip ketiga yaitu keterpaduan artinya sebagai organisasi yang berasal dari swadaya masyarakat dalam menjalankan tugas dan fungsinya meski dilaksanakan secara terpadu diantara komponen-komponennya.
Prinsip keempat yaitu profesionalisme bahwa dalam pengelolaan harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya, baik dalam administrasi, keuangan dan lain sebagainya dan juga dituntut memiliki kesungguhan dan rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya dan akan lebih sempurna apabila dibarengi dengan sifat amanah.
Prinsip terakhir adalah kemandirian, sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip profesionalisme, yang diharapkan mampu menjadi lembaga swadaya masyarakat yang mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.

TUGAS DAN FUNGSI LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT
Sebagaimana termuat dalam pasal 8 UU Nomor 38 Tahun 1999 tugas pokok lembaga pengelola Zakat adalah mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Sedangkan fungsinya sebagaimana termuat dalam Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama nomor 29 Tahun 1991 / 47 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqoh. Pasal 6 bahwa fungsi utamanya telah sebagai wadah pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan pendayaguna zakat, infaq dan shadaqoh dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional serta sebagai pembinaan dan pengembangan swadaya masyarakat.
Petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh institus Managemen Zakat (2001) dikemukakan susunan organisasi lembaga pengelolaan zakat seperti Badan Amil Zakat sebagai berikut:
1. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
2. Dewan Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekreteris dan anggota.
3. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.
4. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretris, bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.
5. Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur pemerintah terdiri atas unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang terkait.

Fungsi dan tugas pokok pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) antara lain:
a. Dewan Pertimbangan
1). Fungsi
Memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi pengawas dalam pengelolaan Badan amil Zakat, meliputi aspek syari’ah dan aspek manajerial.
2). Tugas Pokok
(1). Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat.
(2). Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
(3). Mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta atupun tidak berkaitan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat.
(4). Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak diminta.
(5). Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
(6). Menunjuk akuntan publik.

b. Komisi Pengawas
1). Fungsi
Sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana.
2). Tugas Pokok
1). Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
2). Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan.
3). Mengawasi oprasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendaya gunaan.
4). Melakukan pemeriksaan oprasional dan pemeriksaan syari’ah.

c. Badan Pelaksana
1). Fungsi
Sebagai pelaksana pengelolaan zakat.
2). Tugas Pokok
1). Membuat rencana kerja.
2). Melaksanakan oprasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
3). Menyusun laporan tahunan.
4). Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah.
5). Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.

PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN ZAKAT
            Prinsip distribusi dalam Ekonomi Islam, dimana setiap muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (nisbah) diwajibkan membayar sebagian hartanya untuk orang miskin dan orang yang memerlukan.  Pengeluaran tersebut pajak keagamaan yang disebut zakat. Ketentuan pendistribusian zakat tersebut tidak dapat diubah. Pihak-pihak penerima zakat kepada fakir, miskin, amil, muallaf, untuk memerdekakan budak, gharim, sabillillah, ibnu sabil.

B.     WAKAF
PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM WAKAF
Pengertian Wakaf ialah salah satu ibadah menyerahkan harta yang kita miliki untuk kegunaan umum masyarakat dengan niat sebagai ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalil pensyariatan wakaf di dalam menggalakkan umat Islam menyumbangkan hartanya untuk manfaat umat Islam terdapat pada Firman Allah SWT pada ayat 96 Surah Ali Imran: yaitu Bandingan (derma) orang-orang yang membelanjakan hartanya pada jalan Allah, ialah sama seperti sebiji benih yang tumbuh menerbitkan tujuh tangkai; tiap-tiap tangkai itu pula mengandungi seratus biji. Dan (ingatlah), Allah akan melipatgandakan pahala bagi sesiapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas (rahmat) kurniaNya, lagi Meliputi ilmu pengetahuanNya.” (Surah Al Baqarah : Ayat 261 )
            Wakaf adalah salah satu konsep pemberian harta yang terdapat di dalam Islam. Konsep ini juga adalah berlandaskan konsep sedekah. Kita boleh merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Umar; iaitu apabila Umar Ibn al-Khattab mahu mensedekahkan sebidang tanahnya, Rasulullah s.a.w telah bersabda Kalau engkau setuju, tahanlah harta berkenaan dan sedekahkan manfaat (hasil) kepada tujuan-tujuan kebajikan. Umar kemudiannya mensedekahkan hasil tanah tersebut kepada fakir miskin, sanak saudaranya, pembebasan hamba dan tujuan ke jalan Allah dengan syarat harta tersebut tidak boleh dijual, diwarisi dan diberikan kepada orang lain.
Terdapat dua kategori wakaf, iaitu wakaf am dan wakaf khas.
- Wakaf am adalah wakaf yang dilakukan untuk tujuan kebajikan tanpa menentukan mana-mana penerima dengan cara khusus. Sebagai contohnya, seseorang itu mewakafkan tanahnya di atas tujuan kebajikan dan tidak menentukan kepada siapa hasil tanah itu patut diberi. Maka terpulang kepada penerima wakaf untuk menentukan siapa dan bagaimana kegunaan/hasil tanah tersebut diberi, di atas tujuan kebajikan.
Wakaf khas adalah di mana terdapat tujuan khusus dan penerima-penerima yang tertentu bagi hasil wakaf tersebut. Pemberi wakaf akan menetapkan siapa penerima wakaf dan bagaimana kegunaan wakaf tersebut perlu diagihkan.Wakaf khas termasuklah wakaf yang boleh diberikan kepada keluarga. Biasanya bagi wakaf keluarga, pemberi wakaf akan mensyaratkan peratusan tertentu bagi ahli keluarga yang tertentu.
Pemberi wakaf juga boleh membahagikan harta secara kombinasi iaitu wakaf am dan wakaf khas. Sebagai contoh pemberi wakaf boleh memberi peratusan yang tetap dari hasil tanah kepada ahli keluarganya (wakaf khas) dan selebihnya di beri kepada kebajikan.
Majlis Agama Islam adalah badan yang bertanggungjawab keatas pentadbiran dan pengurusan harta wakaf. Ini adalah di atas rujukan terhadap Seksyen 61 Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah Persekutuan) 1993. Oleh itu pemberi wakaf haruslah membuat permohonan ke Majlis Agama Islam. Permohonan tersebut haruslah menjelaskan tujuan, takat pemberian dan penerima wakaf (sekiranya khusus). Dokumen hakmilik harta juga harus disertakan.
Pihak Majlis akan menjalankan siasatan dan memastikan bahwa harta tersebut adalah bersih dari apa-apa tuntutan. Setelah pasti bahawa tiada apa-apa halangan ke atas wakaf tersebut maka barulah permohonan tersebut diluluskan. Pemberi wakaf akan menyempurnakan suratcara (dokumen) bagi penyempurnaan wakaf. Beliau juga harus membawa dua orang saksi.
Suratcara ini akan disediakan oleh pihak Majlis. Suratcara ini akan menyatakan butir-butir pemberi wakaf, saksi-saksi, jenis harta yang mahu diwakafkan, peratusan pembahagian dan tujuan wakaf tersebut. Ini adalah bagi memastikan tiada kesangsian terhadap bagaimana wakaf tersebut akan diuruskan.
Pemberi wakaf juga harus menyediakan surat akuan sumpah bagi menyatakan dan membuktikan bahawa wakaf tersebut dilakukan dengan kehendaknya sendiri dan tiada unsur paksaan. Ini adalah bagi mengelakkan timbulnya tuntutan dari pihak pewaris.

WAKAF TUNAI DAN PENGELOLAAN WAKAF
            Ulama’ mempunyai beberapa pendapat mengenai amalan wakaf melalui wang tunai. Secara umumnya di dalam ibadah wakaf, Ulama Fiqh telah bersepakat bahawa harta wakaf itu hendaklah sesuatu yang bernilai, jelas dan diketahui tentang harta tersebut serta dimiliki sepenuhnya oleh pemiliknya sama ada harta itu berbentuk harta alih (manqul) atau pun harta tidak alih (I’qar).
Di dalam Kitab Al-Wasoya Wal-Awqof yang ditulis oleh Dr. Muhamad Kamaluddin Imam, menyatakan bahawa Ulama’ Fiqh dengan jelas telah membahagikan harta wakaf kepada dua bentuk iaitu :
1.
Harta alih (manqul) iaitu harta yang boleh dipindah alih seperti baju, Al-Quran, wang dan lain-lain
2.
Harta tidak alih (I’qar) iaitu harta yang kekal pada asalnya seperti rumah, tanah atau bangunan
Walaupun terdapat perselisihan pendapat di atas penerimaan harta alih untuk dijadikan sebagai harta wakaf akan tetapi Jumhur Ulama’ iaitu Mazhab Syafie, Hanafi, dan Hambali mengharuskan wakaf manqul berasaskan kepada kenyataan bahawa semua harta yang harus dijual dan boleh mendatangkan manfaat dan kekal zatnya, maka boleh diwakafkan.
Di dalam membahaskan perkara ini, Mazhab Hanafi mempunyai pandangan yang berlainan dan tidak membenarkan wakaf melalui harta alih kerana ianya berlawanan dengan pengertian wakaf itu sendiri iaitu menahan harta untuk diambil manfaatnya. Kesimpulannya, Mazhab Hanafi berpendapat, harta yang boleh diwakafkan adalah harta yang berbentuk kekal contohnya seperti tanah.
Walau bagaimanapun, Mazhab Hanafi mengharuskan wakaf dengan harta alih pada tiga keadaan berikut :
1.
Jika keadaan harta alih itu kedudukannya terletak pada harta tidak alih seperti pokok yang terdapat di atas tanah yang diwakafkan
2.
Jika terdapat nas di dalam Al-Quran dan hadith yang menjelaskan bentuk harta alih yang boleh diwakafkan. Contohnya, mewakafkan kuda dan senjata perang, kerana terdapat beberapa hadith yang menunjukkan bahawa Khalid Ibnu Walid telah mewakafkan kuda dan senjatanya di medan perang. Begitu juga hadith yang menyatakan Talhah bin Ubaidillah telah mewakafkan perisainya untuk tentera-tentera Islam dalam peperangan
3.
Sekiranya harta alih tersebut telah menjadi kebiasaan di suatu tempat dan negara untuk dijadikan harta wakaf seperti wakaf hasil-hasil penulisan, Al-Quran dan wang tunai. Tambahan pula u’ruf atau kebiasaan amalan masyarakat adalah menjadi sumber hukum yang masyhur pada Mazhab Hanafi
Mazhab Maliki pula mengharuskan sepenuhnya wakaf harta alih tanpa di syaratkan kekal fizikalnya. Mazhab Maliki berpendapat bahawa harus wakaf dengan menggunakan wang tunai seperti yang telah disebut di dalam Kitab Muqaddimah Ibnu Ar-Rushd Al-Ka’bi kerana bagi Mazhab Maliki, tujuan asal wakaf itu adalah untuk mendapat manfaat daripada harta tersebut.
Dalam konteks kita di Malaysia, penggunaan wang tunai dalam ibadah wakaf ini masih baru untuk diperkenalkan kepada masyarakat sebagai bekalan dan amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sejajar dengan hadith Qudsi iaitu
Maksudnya: “Sesungguhnya hambaku dapat menghampirikan diri kepadaKu dengan melakukan ibadah-ibadah sunat.”
Ibadah wakaf yang dilakukan oleh orang-orang tua dan generasi terdahulu lebih dilakukan dengan cara individu (fardi). Ibadah ini dilakukan atas kemampuan yang ada pada individu tersebut untuk berwakaf sama ada mewakafkan tanah, rumah, atau aset-aset yang lain. Tetapi senario hari ini, dengan adanya perlaksanaan Skim Saham Wakaf Selangor maka ianya akan lebih mudah dan rasional untuk dipraktikkan oleh masyarakat yang rata-rata kurang memiliki harta yang berbentuk aset tetap. Skim yang dilaksanakan ini menjurus kepada wakaf am yang dilakukan secara berkelompok (jama’ie) oleh pewakaf-pewakaf yang menyertainya melalui sumbangan wang tunai.
Berdasarkan kepada kupasan-kupasan yang diberikan maka dapatlah dirumuskan bahawa Jumhur Ulama’ mengharuskan wakaf harta alih termasuklah Uang tunai yang ketika ini menjadi amalan di beberapa negeri di Malaysia.


SUMBER :





Tidak ada komentar:

Posting Komentar