Sabtu, 26 Desember 2015

tugas biasa



29-12-2015_E.14.34173_RUBI SITI TARBIYAH_LEMBAGA ZAKAT DAN WAKAF
A.    LEMBAGA ZAKAT

LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT
Lembaga zakat merupakan badan yang mengelola sumber dana zakat yang diterima dari muzakki, baik perorangan maupun badan usaha dimana Penerimaan zakat tersebut sesuai dengan kaidah Islam yang berlaku atau amil yang menerima zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta serta zaklat dalam  bentuk lainnya (di Indonesia dipersepsikan infaq dan shadaqah).
Lembaga zakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Lembaga Amil Zakat yang dikelola oleh Harian Waspada yang berada di Jl. Brigjend Katamso No. 1 Medan,27 yang merupakan salah satu lembaga yang berperan untuk menerima zakat atau mendistribusikan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (muzakki)  khususnya di sumatera utara dan umumnya dari pihak manasaja kepada pihak yang kekurangan dana (mustahik).
          Fungsi lembaga zakat adalah untuk mendistribusikan dana zakat infaq dan sadaqah yang di terima atau dikumpulkan dari muzakki oleh lembaga zakat kemudian disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahik).
PERSYARATAN LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT.
Yusuf al Qaradhawi dalam bukunya Fiqh Zakat, menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum mislim yang termasuk rukun Islam (rukun Islam ketiga), karena itu sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesame muslim.
2. Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat.
3. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Serta keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparasi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggung jawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariat Islamiyyah.
4. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.dengan pengetahuan tentang zakat yang relative memadai, para amil zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dari kebodohannya pada masalah zakat tersebut.
5. Memiliki kemampuan untuk melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Amana dan jujur merupakan syarat yang sangat penting, akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan inilah yang akan menghasilkan kinerja yang optimal.
6. Hemat penulis, adalah kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang full-time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak tidak pula sambilan (tidak cekatan / hanya menunggu bola).

PRINSIP-PRINSIP LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT.
Dalam pengelolaan baik zakat, infaq dan shadaqoh terdapat beberapa prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar pengelola dapat berhasil guna sesuai dengan yang diharapkan, prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip keterbukaan, suka rela, keterpaduan, profisionalisme, dan kemandirian.
Prinsip keterbukaan artinya dalam pengelolaan hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan agar dapat dipercaya oleh umat.
Prinsip kedua yaitu sukarela berarti bahwa dalam pemungutan dan pengumpulan hendaknya senantiasa berdasarkan prinsip suka rela dari umat Islam yang menyerahkan dan tidak boleh ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dapat dianggap sebagai suatu pemaksaan. Dan harus lebih diarahkan kepada motivasi yang bertujuan memberikan kesadaran kepada umat islam agar membayar kewajibannya.
Prinsip ketiga yaitu keterpaduan artinya sebagai organisasi yang berasal dari swadaya masyarakat dalam menjalankan tugas dan fungsinya meski dilaksanakan secara terpadu diantara komponen-komponennya.
Prinsip keempat yaitu profesionalisme bahwa dalam pengelolaan harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya, baik dalam administrasi, keuangan dan lain sebagainya dan juga dituntut memiliki kesungguhan dan rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya dan akan lebih sempurna apabila dibarengi dengan sifat amanah.
Prinsip terakhir adalah kemandirian, sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip profesionalisme, yang diharapkan mampu menjadi lembaga swadaya masyarakat yang mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.

TUGAS DAN FUNGSI LEMBAGA PENGELOLAAN ZAKAT
Sebagaimana termuat dalam pasal 8 UU Nomor 38 Tahun 1999 tugas pokok lembaga pengelola Zakat adalah mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Sedangkan fungsinya sebagaimana termuat dalam Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama nomor 29 Tahun 1991 / 47 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqoh. Pasal 6 bahwa fungsi utamanya telah sebagai wadah pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan pendayaguna zakat, infaq dan shadaqoh dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional serta sebagai pembinaan dan pengembangan swadaya masyarakat.
Petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh institus Managemen Zakat (2001) dikemukakan susunan organisasi lembaga pengelolaan zakat seperti Badan Amil Zakat sebagai berikut:
1. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
2. Dewan Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekreteris dan anggota.
3. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.
4. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretris, bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.
5. Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur pemerintah terdiri atas unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang terkait.

Fungsi dan tugas pokok pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) antara lain:
a. Dewan Pertimbangan
1). Fungsi
Memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi pengawas dalam pengelolaan Badan amil Zakat, meliputi aspek syari’ah dan aspek manajerial.
2). Tugas Pokok
(1). Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat.
(2). Mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
(3). Mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta atupun tidak berkaitan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat.
(4). Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak diminta.
(5). Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
(6). Menunjuk akuntan publik.

b. Komisi Pengawas
1). Fungsi
Sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana.
2). Tugas Pokok
1). Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
2). Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan.
3). Mengawasi oprasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendaya gunaan.
4). Melakukan pemeriksaan oprasional dan pemeriksaan syari’ah.

c. Badan Pelaksana
1). Fungsi
Sebagai pelaksana pengelolaan zakat.
2). Tugas Pokok
1). Membuat rencana kerja.
2). Melaksanakan oprasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
3). Menyusun laporan tahunan.
4). Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah.
5). Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.

PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN ZAKAT
            Prinsip distribusi dalam Ekonomi Islam, dimana setiap muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (nisbah) diwajibkan membayar sebagian hartanya untuk orang miskin dan orang yang memerlukan.  Pengeluaran tersebut pajak keagamaan yang disebut zakat. Ketentuan pendistribusian zakat tersebut tidak dapat diubah. Pihak-pihak penerima zakat kepada fakir, miskin, amil, muallaf, untuk memerdekakan budak, gharim, sabillillah, ibnu sabil.

B.     WAKAF
PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM WAKAF
Pengertian Wakaf ialah salah satu ibadah menyerahkan harta yang kita miliki untuk kegunaan umum masyarakat dengan niat sebagai ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalil pensyariatan wakaf di dalam menggalakkan umat Islam menyumbangkan hartanya untuk manfaat umat Islam terdapat pada Firman Allah SWT pada ayat 96 Surah Ali Imran: yaitu Bandingan (derma) orang-orang yang membelanjakan hartanya pada jalan Allah, ialah sama seperti sebiji benih yang tumbuh menerbitkan tujuh tangkai; tiap-tiap tangkai itu pula mengandungi seratus biji. Dan (ingatlah), Allah akan melipatgandakan pahala bagi sesiapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas (rahmat) kurniaNya, lagi Meliputi ilmu pengetahuanNya.” (Surah Al Baqarah : Ayat 261 )
            Wakaf adalah salah satu konsep pemberian harta yang terdapat di dalam Islam. Konsep ini juga adalah berlandaskan konsep sedekah. Kita boleh merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Umar; iaitu apabila Umar Ibn al-Khattab mahu mensedekahkan sebidang tanahnya, Rasulullah s.a.w telah bersabda Kalau engkau setuju, tahanlah harta berkenaan dan sedekahkan manfaat (hasil) kepada tujuan-tujuan kebajikan. Umar kemudiannya mensedekahkan hasil tanah tersebut kepada fakir miskin, sanak saudaranya, pembebasan hamba dan tujuan ke jalan Allah dengan syarat harta tersebut tidak boleh dijual, diwarisi dan diberikan kepada orang lain.
Terdapat dua kategori wakaf, iaitu wakaf am dan wakaf khas.
- Wakaf am adalah wakaf yang dilakukan untuk tujuan kebajikan tanpa menentukan mana-mana penerima dengan cara khusus. Sebagai contohnya, seseorang itu mewakafkan tanahnya di atas tujuan kebajikan dan tidak menentukan kepada siapa hasil tanah itu patut diberi. Maka terpulang kepada penerima wakaf untuk menentukan siapa dan bagaimana kegunaan/hasil tanah tersebut diberi, di atas tujuan kebajikan.
Wakaf khas adalah di mana terdapat tujuan khusus dan penerima-penerima yang tertentu bagi hasil wakaf tersebut. Pemberi wakaf akan menetapkan siapa penerima wakaf dan bagaimana kegunaan wakaf tersebut perlu diagihkan.Wakaf khas termasuklah wakaf yang boleh diberikan kepada keluarga. Biasanya bagi wakaf keluarga, pemberi wakaf akan mensyaratkan peratusan tertentu bagi ahli keluarga yang tertentu.
Pemberi wakaf juga boleh membahagikan harta secara kombinasi iaitu wakaf am dan wakaf khas. Sebagai contoh pemberi wakaf boleh memberi peratusan yang tetap dari hasil tanah kepada ahli keluarganya (wakaf khas) dan selebihnya di beri kepada kebajikan.
Majlis Agama Islam adalah badan yang bertanggungjawab keatas pentadbiran dan pengurusan harta wakaf. Ini adalah di atas rujukan terhadap Seksyen 61 Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah Persekutuan) 1993. Oleh itu pemberi wakaf haruslah membuat permohonan ke Majlis Agama Islam. Permohonan tersebut haruslah menjelaskan tujuan, takat pemberian dan penerima wakaf (sekiranya khusus). Dokumen hakmilik harta juga harus disertakan.
Pihak Majlis akan menjalankan siasatan dan memastikan bahwa harta tersebut adalah bersih dari apa-apa tuntutan. Setelah pasti bahawa tiada apa-apa halangan ke atas wakaf tersebut maka barulah permohonan tersebut diluluskan. Pemberi wakaf akan menyempurnakan suratcara (dokumen) bagi penyempurnaan wakaf. Beliau juga harus membawa dua orang saksi.
Suratcara ini akan disediakan oleh pihak Majlis. Suratcara ini akan menyatakan butir-butir pemberi wakaf, saksi-saksi, jenis harta yang mahu diwakafkan, peratusan pembahagian dan tujuan wakaf tersebut. Ini adalah bagi memastikan tiada kesangsian terhadap bagaimana wakaf tersebut akan diuruskan.
Pemberi wakaf juga harus menyediakan surat akuan sumpah bagi menyatakan dan membuktikan bahawa wakaf tersebut dilakukan dengan kehendaknya sendiri dan tiada unsur paksaan. Ini adalah bagi mengelakkan timbulnya tuntutan dari pihak pewaris.

WAKAF TUNAI DAN PENGELOLAAN WAKAF
            Ulama’ mempunyai beberapa pendapat mengenai amalan wakaf melalui wang tunai. Secara umumnya di dalam ibadah wakaf, Ulama Fiqh telah bersepakat bahawa harta wakaf itu hendaklah sesuatu yang bernilai, jelas dan diketahui tentang harta tersebut serta dimiliki sepenuhnya oleh pemiliknya sama ada harta itu berbentuk harta alih (manqul) atau pun harta tidak alih (I’qar).
Di dalam Kitab Al-Wasoya Wal-Awqof yang ditulis oleh Dr. Muhamad Kamaluddin Imam, menyatakan bahawa Ulama’ Fiqh dengan jelas telah membahagikan harta wakaf kepada dua bentuk iaitu :
1.
Harta alih (manqul) iaitu harta yang boleh dipindah alih seperti baju, Al-Quran, wang dan lain-lain
2.
Harta tidak alih (I’qar) iaitu harta yang kekal pada asalnya seperti rumah, tanah atau bangunan
Walaupun terdapat perselisihan pendapat di atas penerimaan harta alih untuk dijadikan sebagai harta wakaf akan tetapi Jumhur Ulama’ iaitu Mazhab Syafie, Hanafi, dan Hambali mengharuskan wakaf manqul berasaskan kepada kenyataan bahawa semua harta yang harus dijual dan boleh mendatangkan manfaat dan kekal zatnya, maka boleh diwakafkan.
Di dalam membahaskan perkara ini, Mazhab Hanafi mempunyai pandangan yang berlainan dan tidak membenarkan wakaf melalui harta alih kerana ianya berlawanan dengan pengertian wakaf itu sendiri iaitu menahan harta untuk diambil manfaatnya. Kesimpulannya, Mazhab Hanafi berpendapat, harta yang boleh diwakafkan adalah harta yang berbentuk kekal contohnya seperti tanah.
Walau bagaimanapun, Mazhab Hanafi mengharuskan wakaf dengan harta alih pada tiga keadaan berikut :
1.
Jika keadaan harta alih itu kedudukannya terletak pada harta tidak alih seperti pokok yang terdapat di atas tanah yang diwakafkan
2.
Jika terdapat nas di dalam Al-Quran dan hadith yang menjelaskan bentuk harta alih yang boleh diwakafkan. Contohnya, mewakafkan kuda dan senjata perang, kerana terdapat beberapa hadith yang menunjukkan bahawa Khalid Ibnu Walid telah mewakafkan kuda dan senjatanya di medan perang. Begitu juga hadith yang menyatakan Talhah bin Ubaidillah telah mewakafkan perisainya untuk tentera-tentera Islam dalam peperangan
3.
Sekiranya harta alih tersebut telah menjadi kebiasaan di suatu tempat dan negara untuk dijadikan harta wakaf seperti wakaf hasil-hasil penulisan, Al-Quran dan wang tunai. Tambahan pula u’ruf atau kebiasaan amalan masyarakat adalah menjadi sumber hukum yang masyhur pada Mazhab Hanafi
Mazhab Maliki pula mengharuskan sepenuhnya wakaf harta alih tanpa di syaratkan kekal fizikalnya. Mazhab Maliki berpendapat bahawa harus wakaf dengan menggunakan wang tunai seperti yang telah disebut di dalam Kitab Muqaddimah Ibnu Ar-Rushd Al-Ka’bi kerana bagi Mazhab Maliki, tujuan asal wakaf itu adalah untuk mendapat manfaat daripada harta tersebut.
Dalam konteks kita di Malaysia, penggunaan wang tunai dalam ibadah wakaf ini masih baru untuk diperkenalkan kepada masyarakat sebagai bekalan dan amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sejajar dengan hadith Qudsi iaitu
Maksudnya: “Sesungguhnya hambaku dapat menghampirikan diri kepadaKu dengan melakukan ibadah-ibadah sunat.”
Ibadah wakaf yang dilakukan oleh orang-orang tua dan generasi terdahulu lebih dilakukan dengan cara individu (fardi). Ibadah ini dilakukan atas kemampuan yang ada pada individu tersebut untuk berwakaf sama ada mewakafkan tanah, rumah, atau aset-aset yang lain. Tetapi senario hari ini, dengan adanya perlaksanaan Skim Saham Wakaf Selangor maka ianya akan lebih mudah dan rasional untuk dipraktikkan oleh masyarakat yang rata-rata kurang memiliki harta yang berbentuk aset tetap. Skim yang dilaksanakan ini menjurus kepada wakaf am yang dilakukan secara berkelompok (jama’ie) oleh pewakaf-pewakaf yang menyertainya melalui sumbangan wang tunai.
Berdasarkan kepada kupasan-kupasan yang diberikan maka dapatlah dirumuskan bahawa Jumhur Ulama’ mengharuskan wakaf harta alih termasuklah Uang tunai yang ketika ini menjadi amalan di beberapa negeri di Malaysia.


SUMBER :





Jumat, 18 Desember 2015

BMT

22-12-2015_E.14.34173_RUBI SITI TARBIYAH_BAITUL MAL wat TAMLIK.

PENGERTIAN  BMT (Baitul Mal wat Tamwil)?

a. BMT adalah singkatan dari nama sebutan lembaga keuangan mikro Baitul Maal wat Tamwil atau padanan

kata Balai-usaha Mandiri Terpadu.

 b. Kegiatan Baituttamwil adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan

kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan

menunjang kegiatan ekonominya.

c. Kegiatan Baitul Maal adalah menerima titipan BAZIS dari dana zakat, infaq dan sadaqah dan

menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

Sedangkan dari sumber lain mengatakan BMT (Baitul Maal Wat Tamwil = Balai Usaha Mandiri Terpadu)

adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan

bisnis usaha mikro dan kecil, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan

kaum fakir miskin.

Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi: Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at-Tamwil = Pengembangan

harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas

ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang

pembiayaan kegiatan ekonominya.

Baitul Maal menerima titipan dana Zakat, Infak dan Shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai

dengan peraturan dan amanahnya.

VISI, MISI, TUJUAN DAN SIFAT BMT

a. Visi BMT

Visi BMT adalah mewujudkan kualitas masyarakat disekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera

dengan mengembangkan usaha BMT yang maju berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transparan dan

berkehati-hatian.

b. Misi BMT

Misi BMT adalah engembangkan BMT yang maju, berkembang, terpercaya, aman, nyaman, transfaran, dan

berkehati-hatian sehingga terwujud kualitas masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera.

c. Tujuan BMT

Tujuan BMT adalah mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai

dan sejahtera.

d. Sifat BMT

BMT bersifat usaha bisnis, mandiri ditumbuhkembangkan secara swadaya dan dikelola secara profesional.

Aspek Baitul Maal dikembangkan untuk kesejahteraan anggota terutama dengan penggalangan dana ZISWA

(zakat, infaq, sedekah, wakaf, dll) seiring dengan penguatan kelembagaan BMT.

ASAS DAN LANDASAN BMT

BMT berazaskan pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip Syariah Islam, keimanan, keterpaduan

(kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme.

Dalam melaksanakan usahanya BMT, berpegang teguh pada prinsip utama, yaitu: Keimanan dan ketaqwaan

kepada Allah SWT, Keterpaduan, Kekeluargaan, Kebersamaan, Kemandirian, Profesionalisme dan

Istiqomah.

FUNGSI DAN PERANAN BMT

Dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi dan berperan diantaranya sebagai berikut:

Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan

potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat dan daerah kerjanya.

Meningkatkan kualitas SDI (Sumber Daya Insani) anggota menjadi lebih profesional dan islami sehingga

semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.

Menggalang dan memobilisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.

Menjadi perantara keuangan (Financial Intermediary) antara aghniya sebagai shohibul maal dengan duafa

sebagai mudharib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf dan hibah.

CIRI-CIRI BMT

a. Ciri-ciri utama BMT

Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk

anggota dan masyarakat.

Bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan pengumpulan dan pentasyarufan dana zakat,

infaq dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.

Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya.

Milik bersama masyarakat bawah, bersama dengan orang kaya disekitar  BMT, bukan milik perseorangan

atau orang dari luar masyarakat.

b. Ciri-ciri khusus BMT

Staf dan karyawan BMT bertindak aktif-proaktif, tidak menunggu tetapi menjemput bola, bahkan merebut

bola, baik untuk menghimpun dana anggota maupun untuk pembiayaan.

Kantor di buka dalam waktu tertentu yang ditetapkan sesuai kebutuhan pasar.

BMT mengadakan pendampingan usaha anggota.

Menejemen BMT adalah profesional islami: 

Setiap tahun buku yang diterapkan maksimal sampai bulan maret berikutnya, BMT akan menyelenggarakan

musyawarah anggota tahunan. Forum ini merupakan forum permusyawaratan tertinggi.

Aktif menjemput bola, berprakarsa, kreatif-inovatif, menemukan masalah dan memecahkannya secara bijak

dan memberikan kemenangan kepada semua pihak (win-win solution).

Berpikir, bersikap dan bertindak ”ahsanuamala” atau service exelence.

Berorientasi kepada pasar bukan pada produk. Meskipun produk menjadi penting namun pendirian dan

pengembangan BMT harus senantiasa memperhatikan aspek pasar, baik dari sisi lokasi, potensi pasar,

tingkat persaingan serta lingkungan bisnisnya.

MENGAPA KITA HARUS MENDIRIKAN DAN MENGEMBANGKAN BMT?

 a. Pembangunan bangsa yang berbasis kerakyatan harus dipercepat.

 b. Kecenderungan dampak hasil pembangunan masa lalu dan sekarang yang menciptakan disparitas sosial.

c. Sebagian besar masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan terus tertinggal dan semakin hari terus

bertambah kuantitas dan kualitasnya kemiskinannya (sebagai dampak krisis panjang), banyak yang masuk

perangkap rentenir dengan bunga yang mencekik leher. Dengan demikian perlu ada lembaga yang dapat

menjangkau peradaban masyarakat miskin yaitu dengan prosedur sederhana, gampang dan tidak mencekik

leher.

d. Kurang mengenal pada bank atau lembaga keuangan, ada juga yang menganggap bunga bank adalah riba

dan haram hukumnya.

e. Bank segan “mencapai” mereka, karena biaya bank (over head cost) “terlalu mahal” untuk pembiayaan

kecil-kecil dan banyak jumlahnya itu.

KELAYAKAN PENDIRIAN BMT

 BMT layak berdiri apabila memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

 a. Ada praktek-praktek rentenir atau lintah darat

b. Ada potensi usaha kecil yang dapat dikembangkan

c. Dari rancangan keuangan diketahui:

 • Adanya modal pendiri

• Dana yang disiapkan menutup biaya operasional 3 bulan

 • Ada sejumlah tokoh-tokoh yang merasa memiliki dan bertanggungjawab

MODAL AWAL BMT

BMT dapat didirikan dengan modal awal sebesar Rp20 juta atau lebih. Namun, jika terdapat kesulitan dalam

mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal Rp10 juta bahkan Rp5 juta. Agar BMT bisa

dijalankan dengan segera maka modal awal dapat berasal dari satu atau beberapa tokoh masyarakat

setempat, yayasan, kas masjid atau BAZIS setempat. Namun sejak awal anggota pendiri BMT harus terdiri

antara 20-44 orang. Jumlah batasan 20-44 anggota pendiri ini, diperlukan agar BMT menjadi milik

masyarakat setempat dan berkembang dengan berkelanjutan mendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil

bawah dan kecil. Diperlukan sejumlah orang anggota inti yang layak, tidak terlalu banyak, sehingga

memudahkan dalam mengambil keputusan.

BADAN HUKUM BMT

BMT dapat didirikan dalam bentuk KSM atau Koperasi:

 a. KSM adalah Kelompok Swadaya Masyarakat dengan mendapat Surat Keterangan Operasional dari

PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil)

 b. Koperasi serba usaha atau koperasi syariah

c. Koperasi simpan pinjam syariah (KSP-S)



TAHAP PENDIRIAN BMT

a. Pemrakarsa membentuk Panitia Penyiapan Pendirian BMT (P3B) di lokasi itu; jamaah masjid, pesantren.

Desa miskin, kelurahan, kecamatan atau lainnya.

b. P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar Rp5-10 juta atau lebih besar mencapai Rp20

juta, untuk segera memulai langkah operasional. Modal awal ini dapat bersal dari perorangan, lembaga,

yayasan, BAZIS, pemda atau sumber-sumber lainnya.

c. Atau langsung mencari pemodal-pemodal pendiri dari sekitar 20-44 orang di kawasan itu untuk

mendapatkan dana urunan hingga mencapai jumlah Rp20 juta atau minimal Rp5 juta. d. Jika calon pemodal

telah ada maka dipilih pengurus yang ramping (3 orang – maksimal 5 orang) yang akan mewakili pendiri

dalam mengerahkan kebijakan BMT.

e. Melatih 3 calon pengelola (minimal berpendidikan D3 dan lebih baik S1) dengan menghubungi Pusdiklat

PINBUK Propinsi atau Kab/Kota.

f. Melaksanakan persiapan-persiapan sarana perkantoran dan formulir yang diperlukan. g. Menjalankan

bisnis operasi BMT secara profesional dan sehat.

PRODUK DAN MEKANISME OPERASIONAL BMT

    Secara umum produk BMT dalam rangka melaksanakan fungsinya tersebut dapat diklasifikasikan

menjadi empat hal yaitu (Prof.H.A Djazuli dan Drs. Yadi Janwari, M.Ag. lembaga-lembaga Perekonomian

Umat. Rajawali Press.):

a. Produk penghimpunan dana (funding)

b. Produk penyaluran dana (lending)

c. Produk jasa

d. Produk tabarru’: ZISWAH (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, dan Hibah)

Operasional BMT

    Sistem bagi hasil adalah pola pembiayaan keuntungan maupun kerugian antara BMT dengan anggota

penyimpan berdasarkan perhitungan yang disepakati bersama. BMT biasanya berada di lingkungan masjid,

Pondok Pesantren, Majelis Taklim, pasar maupun di lingkungan pendidikan. Biasanya yang mensponsori

pendirian BMT adalah para aghniya (dermawan), pemuka agama, pengurus masjid, pengurus majelis taklim,

pimpinan pondok pesantren, cendekiawan, tokoh masyarakat, dosen dan pendidik. Peran serta kelompok

masyarakat tersebut adalah berupa sumbangan pemikiran, penyediaan modal awal, bantuan penggunaan

tanah dan gedung ataupun kantor. Untuk menunjang permodalan, BMT membuka kesempatan untuk

mendapatkan sumber permodalan yang berasal dari zakat, infaq, dan shodaqoh dari orang-orang tersebut.

Hasil studi Pinbuk (1998) menunjukkan bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang memiliki

kekuatan antara lain:

o    Mandiri dan mengakar di masyarakat,

o    Bentuk organisasinya sederhana,

o    Sistem dan prosedur pembiayaan mudah,

o    Memiliki jangkauan pelayanan kepada pengusaha mikro.

Kelemahannya adalah :

o    Skala usaha kecil,

o    Permodalan terbatas,

o    Sumber daya manusia lemah,

o    Sistem dan prosedur belum baku.

Untuk mengembangkan lembaga tersebut dari kelemahannya perlu ditempuh cara-cara pembinaan sebagai

berikut:

o    Pemberian bantuan manajemen, peningkatan kualitas SDM dalam bentuk   pelatihan, standarisasi sistem

dan prosedur,

o    Kerjasama dalam penyaluran dana,

o    Bantuan dalam inkubasi bisnis.

*Pola Tabungan dan Pembiayaan

    Tabungan

    Tabungan atau simpanan dapat diartikan sebagai titipan murni dari orang atau badan usaha kepada pihak

BMT. Jenis-jenis tabungan/simpanan adalah sebagai berikut:

·          Tabungan persiapan qurban

·          Tabungan pendidikan

·          Tabungan persiapan untuk nikah

·          Tabungan persiapan untuk melahirkan

·          Tabungan naik haji/umroh

·          Simpanan berjangka/deposito

·          Simpanan khusus untuk kelahiran

·          Simpanan sukarela

·          Simpanan hari tua

·          Simpanan aqiqoh

    Pola Pembiayaan

    Pola pembiayaan terdiri dari bagi hasil dan jual beli dengan mark up (tambahan atas modal) serta

pembiayaan non profit.

    *Bagi Hasil

   Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana

(penyimpan/penabung). Bagi hasil ini dibedakan atas:

  ● Musyarakah, adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana

masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang

terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing.

● Mudharabah, adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al amal) menyediakan

dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai

dengan rasio laba yang telah disepakati bersama terlebih dahulu di depan. Manakala rugi, shahib al amal

akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan manajerial skill selama proyek berlangsung.

● Murabahah, adalah pola jual beli dengan membayar tangguh, sekali bayar.

Muzaraah, adalah dengan memberikan l kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan

bagian tertentu (prosentase) dari hasil panen.

● Musaaqot, adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si penggarapnya bertanggung jawab

atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas rasio tertentu dari hasil panen.

   * Jual Beli dengan Mark Up (tambahan atas modal)

     Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya, BMT mengangkat

nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT

bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT

atau sering disebut margin/mark up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan

penyimpan dana.

Jenis-jenisnya adalah:

- Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan secara lebih dahulu dan

penyerahan barang dilakukan kemudian.

- Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang

dilakukan kemudian.

- Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk

pembuatan jenis barang tertentu.

- Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil pemanfaatan dari sarana barang

sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.

- Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran

sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap barang secara

berangsur.

- Musyarakah Mutanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa).

Dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.

 

    *Pembiayaan Non Profit

    Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented.

Dalam BMT pembiayaan ini sering dikenal dengan Qard yang bertujuan untuk kegiatan produktif yang

secara aplikatif peminjam dana hanya perlu mengembalikan modal yang dipinjam dari BMT apabila sudah

jatuh tempo, yang tentu dengan beberapa criteria UMK yang harus dipenuhi.

DAMPAK PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN BMT BAGI PEREKONOMIAN  

INDONESIA

Pembiayaan kepada pengusaha mikro selama ini selalu terkendala permasalahan outstanding pembiayaan

yang kecil yang karena itu biaya operasional pembiayaan menjadi tinggi membuat pihak perbankan enggan

memberikan pembiayaan. Kendala lainnya persyaratan perbankan, bankable atau yang secara teknis

mengharuskan adanya jaminan liquid dan lain lain yang tidak dimiliki oleh sektor UMK. Adanya keinginan

yang kuat untuk mengatasi kendala-kendala diatas itulah yang menginspirasi kehadiran BMT.

Bila dibandingkan dengan kekuatan lembaga keuangan mikro lain dalam hal besaran pembiayaan atau

kredit, kekuatan BMT memang belum seberapa, dari total pembiayaan yang disalurkan kepda UMK.

Namun jika ditinjau dari segi jumlah penerima manfaat, maka kita dapat melihat jumlah yang dilayani oleh

BMT jauh lebih banyak, dan yang lebih menarik lagi jumlah pembiayaan tiap unit usahapun lebih kecil,

sehingga dapatlah disimpulkan bahwa pembiayaan pada BMT lebih mampu untuk menyentuh pengusaha

mikro sebagai unit usaha terkecil, akan tetapi memiliki jumlah unit usaha paling besar di Indonesia.

PROSPEK BMT

Dari usaha menumbuhkan BMT dari bawah, peran BMT dalam membangun ekonomi rakyat banyak dan

ekonomi Indonesia semakin jelas. Secara ringkas tujuan dan dampak positif yang ditimbulkan diantaranya

adalah sebagai berikut:

 a. Menyalurkan dana untuk usaha bisnis mikro dan kecil dengan sistem bagi hasil dan jual beli serta dengan

prosedur yang mudah dan cepat.

 b. Membantu modal kerja dan modal investasi skala mikro sebagai upaya peningkatan kualitas hidup rakyat

banyak.

 c. Tempat berlatih manajemen ekonomi syariah.

d. Menjadi mediotor antara muzakki dan mustahik.

e. Sangat mudah mendirikan karena tanpa modal besar, peralatan dan kantor mewah.

KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI OLEH BMT

Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala, diantaranya :

1. Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi BMT.

2. Adanya rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang   baik dibanding BMT.

3. Nasabah bermasalah.

4. Persaingan tidak Islami antar BMT.

5. pengarahan pengelola pada orientasi bisnis terlalu dominan sehingga mengikis rasa idealis.

6. Ketimpangan fungsi utama BMT, antara baitul maal dengan baitutamwil.

7. SDM kurang.

 8. Evaluasi Bersama BMT.

Sumber-sumber :

http://ekisopini.blogspot.co.id/2009/09/apa-itu-bmt.html

http://siti-shobariah.blogspot.co.id/2013/11/tugas-makalah-dasar-financial-baitul.html

http://www.kajianpustaka.com/2014/02/baitul-maal-wat-tamwil-bmt.html

Sabtu, 05 Desember 2015

tugas pa agus barkah



08-12-2015­_E.14.34173_RUBI SITI TARBIYAH_LEMBAGA ASURANSI SYA’RIAH DAN REASURANSI SYARI’AH
A.    LEMBAGA ASURANSI SYARI’AH
Pengertian Asuransi Syariah
Pengertian Asuransi Syariah berdasarkan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah sebuah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui Akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi/premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk atau “saling menanggung risiko”. Apabila terjadi musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak terjadi transfer risiko (transfer of risk atau “memindahkan risiko”) dari peserta ke perusahaan seperti pada asuransi konvensional. Peranan perusahaan asuransi pada asuransi syariah terbatas hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan menginvestasikan dana dari kontribusi peserta.
 Jadi pada asuransi syariah, perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola operasional saja, bukan sebagai penanggung seperti pada asuransi konvensional.

Asuransi Syariah Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah
Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”
2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.

3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
Haramnya praktik asuransi dalam Islam sudah banyak digaungkan oleh para ulama-ulama di Indonesia maupun manca negara. Hal ini dikarenakan adanya :
1.Gharar = Terlihat dari unsur ketidakpastian tentang sumber dana yang digunakan untuk menutupi klaim dan hak pemegang polis.
2.Maysir= Yaitu unsur judi yang gambarkan dengan kemungkinan adanya pihak yang dirugikan di atas keuntungan pihak yang lain.
3. Riba

Asuransi Syariah memiliki prinsip-prinsip antara lain :
1. Saling Membantu dan Bekerjasama
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS. Al-Maidah:2)
“Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya.” (HR. Abu Daud)
“Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud)
2. Saling melindungi dari berbagai macam kesusahan dan kesulitan
Seperti membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum.
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…’ (QS. 4 :29)
3. Saling bertanggung jawab
4. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba
Islam menekankan aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan menghadapi resiko dalam setiap usaha dan investasi yang dirintis. Aspek inilah yang menjadi tawaran konsep untuk menggantikan gharar, maysir dan riba yang selama ini terjadi di lembaga konvensional.
Ada tujuh prinsip yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, yaitu :
1. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS),yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan produk yang ada dalam pengelolaan investasi dana.nDPS ditemukan pada asuransi syariah tapi tidak pada asuransi konvensional
2. Akad yang akan dilaksanakan.
Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan prinsip tolong menolong (takaful), sedangkan pada asuransi konvensional berdasarkan akad jual beli (tadabbuli).
3. Prinsip perhitungan investasi dana.
Pada asuransi syariah, dasar perhitungan investasi dana berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). Pada asuransi konvensional dasar perhitungan investasi dana berdasarkan riba.
4. Kepemilikan dana.
Pada asuransi syariah dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) merupakan milik peserta seutuhnya sementara perusahaan asuransi hanya merupakan pemegang amanah atau sebagai pengelola dana (mudharib). Pada asuransi konvensional, dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasi penggunaan dana.
5. Pembayaran klaim.
Pembayaran klaim yang dilakukan oleh asuransi syariah diambil dari rekening tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta. Sejak awal menyimpan dana investasinya, peserta sudah diminta keikhlasannya bahwa akan ada penyisihan dana yang akan digunakan untuk menolong peserta lain jika terkena musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana milik perusahaan.
6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan asuransi.
Pada asuransi syariah, keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dari investasi dana peserta akan dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil, dengan proporsi yang telah disepakati bersama di awal. Sedangkan pada asuransi konvensional keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi milik perusahaan seutuhnya.
7. Kemungkinan adanya dana yang hangus.
Pada asuransi syariah tidak mengenal adanya dana yang hangus meskipun peserta asuransi menyatakan akan mengundurkan diri karena sesuatu dan lain hal. Dana yang telah disetorkan tetap dapat diambil kecuali dana yang sejak awal telah diikhlaskan masuk ke dalam rekening tabarru’ (dana kebajikan). Sedangkan pada asuransi konvensional dikenal adanya dana yang hangus jika peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo (reserving period).

Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional

Ada tujuh perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional.

Perbedaan tersebut adalah:
  1. Asuransi syari'ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
  2. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari'ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli
  3. Investasi dana pada asuransi syari'ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya
  4. Kepemilikan dana pada asuransi syari'ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
  5. Dalam mekanismenya, asuransi syari'ah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru'.
  6. Pembayaran klaim pada asuransi syari'ah diambil dari dana tabarru' (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
  7. Pembagian keuntungan pada asuransi syari'ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
B.     REASURANSI SYARI’AH
Sejalan dengan konsep reasuransi yang bersifat konvensional, reasuransi syariah juga beroperasi untuk melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah perusahaan asuransi syariah melalui investasi dalam bentuk tabarrru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai syariah.

1.     Akad yang sesuai syariah yang dimaksud di sini adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
2. Reasuransi syariah merupakan pengembangan dari industri asuransi syariah yang memiliki tujuan yang sama dengan asuransi syariah, yaitu untuk menciptaan kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat, dimana satu pihak bertindak sebagai penanggung beban kerugian (insurer) yang memungkinkan akan menimpa pihak yang tertanggung (insured/policy holder).


3.    Pihak insurer dalam konteks asuransi syariah adalah perusahaan asuransi syariah itu sendiri, sedangkan pihak insured adalah individu pemegang polis. Dalam konteks reasuransi syariah, pihak insurer dalam konteks reasuransi syariah adalah perusahaan reasuransi syariah, sedangkan pihak insured adalah perusahaan asuransi syariah.
4.    Keterbatasan kemampuan dari perusahaan-perusahaan asuransi mendorong kebutuhan akan adanya perusahaan reasuransi.
5.    Melalui mekanisme reasuransi ini tercipta saling pikul risiko, dimana perusahaan asuransi mengasuransikan kembali kelolaan premi dari para anggotanya kepada perusahaan reasuransi.
6.    Perusahaan asuransi membagi atau menyebarkan sebagian portofolio risiko premi asuransi kepada perusahaan

Pengertian Reasuransi
         Menurut Hal Cockerell (1993 : 13), reasuransi adalah :
         “Suatu sistem di mana para perusahaan asuransi menyerahkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada penanggung lain yang dikenal sebagai penanggung ulang”.

Undang-undang No. 2 tahun 1992 yang menjelaskan bahwa reasuransi adalah bentuk usaha jasa asuransi ulang berkaitan dengan resiko yang bisa terjadi dari perusahaan asuransi jiwa, kerugian maupun asuransi lainnya.

Tujuan Reasuransi Syariah
Untuk mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterima perusahan asuransi dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada perusahaan reasuransi sebagai penanggung lain. Dengan pertanggungan ulang ini, penanggung pertama dapat mengurangi atau memperkecil risiko-risiko yang diterimanya dari sisi kerugian materil.


Hubungan Asuransi & Reasuransi
1.         Hubungan antara asuransi dan reasuransi adalah mutual relationship, yang tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Asuransi akan sulit berkembang tanpa reasuransi, sebaliknya reasuransi tidak pernah ada tanpa asuransi.
2.         Hubungan keduanya dinyatakan dalam bentuk kerjasama treaty yaitu perjanjian bisnis yang mengikat kedua pihak di mana reasuransi memberikan kapasitas otomatis kepada asuransi dan sebaliknya asuransi wajib mensesikan portfolionya sesuai syarat-syarat yang disepakati keduanya.
3.         Sedangkan kerjasamanya fakultative, merupakan bentuk kerjasama pilihan, yang sifatnya tidak wajib dalam memberikan dukungan reasuransinya. Dalam kedua bentuk kerjasama tersebut, didasarkan pada proses underwriting yang prudent. Ini berarti tidak seluruh portofolio penutupan asuransi syariah, akan mendapat backup dari reasuransi syariah
4.         Premi Reasuransi
         Dalam asuransi jiwa untuk penentuan premi harus diperhatikan ialah penentuan tarif (rate making), karena hal tersebut akan menentukan besarnya premi yang akan diterima.Tarif atau premi yang ditetapkan harus bisa menutupi claim (risiko) serta biaya-biaya asuransi, dan sebagian dari jumlah penerimaan perusahaan (keuntungan).
5.         Klaim Reasuransi
         Bagian penting dalam administrasi reasuransi adalah menangani klaim. Suatu perusahaan asuransi membeli reasuransi untuk mendapat penggantian atas klaim yang ditanggung pada saat klaim tersebut jatuh tempo. Untuk memastikan bahwa klaim yang sah dibayar tepat pada waktunya, setipa perjanjian reasuransi mencantumkan ketentuan klaim.


Prospek Reasuransi Syariah
Reasuransi Syariah di Indonesia sudah mulai tumbuh dan berkembang, yang ditandai dengan penambahan beberapa perusahaan Reasuransi baik dari Nasional maupun dari Internasional (ASEAN), untuk mendukung dan membantu mekanisme dan kegiatan transfer of risk dari perusahaan asuransi syariah.
  Perusahaan Reasuransi Syariah
1.      ReINDO syariah,
2.      Nasre syariah,
3.       Tugure dan
4.      Marein 

SUMBER-SUMBER :