08-12-2015_E.14.34173_RUBI SITI TARBIYAH_LEMBAGA
ASURANSI SYA’RIAH DAN REASURANSI SYARI’AH
A.
LEMBAGA
ASURANSI SYARI’AH
Pengertian Asuransi Syariah
Pengertian
Asuransi Syariah berdasarkan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) adalah sebuah usaha saling melindungi dan tolong menolong di
antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui Akad
yang sesuai dengan syariah.
Asuransi
Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau
seluruh kontribusi/premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas
musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Proses hubungan peserta dan
perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing
of risk atau “saling menanggung risiko”. Apabila terjadi musibah, maka semua
peserta asuransi syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak terjadi
transfer risiko (transfer of risk atau “memindahkan risiko”) dari peserta ke
perusahaan seperti pada asuransi konvensional. Peranan perusahaan asuransi pada
asuransi syariah terbatas hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan
menginvestasikan dana dari kontribusi peserta.
Jadi pada asuransi syariah, perusahaan hanya
bertindak sebagai pengelola operasional saja, bukan sebagai penanggung seperti
pada asuransi konvensional.
Asuransi Syariah Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah
Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”
2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
Haramnya praktik asuransi dalam Islam sudah banyak digaungkan oleh para ulama-ulama di Indonesia maupun manca negara. Hal ini dikarenakan adanya :
1.Gharar = Terlihat dari unsur ketidakpastian tentang sumber dana yang digunakan untuk menutupi klaim dan hak pemegang polis.
2.Maysir= Yaitu unsur judi yang gambarkan dengan kemungkinan adanya pihak yang dirugikan di atas keuntungan pihak yang lain.
3. Riba
Asuransi Syariah memiliki prinsip-prinsip antara lain :
1. Saling Membantu dan Bekerjasama
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS. Al-Maidah:2)
“Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya.” (HR. Abu Daud)
“Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud)
2. Saling melindungi dari berbagai macam kesusahan dan kesulitan
Seperti membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum.
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…’ (QS. 4 :29)
3. Saling bertanggung jawab
4. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba
Islam menekankan aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan menghadapi resiko dalam setiap usaha dan investasi yang dirintis. Aspek inilah yang menjadi tawaran konsep untuk menggantikan gharar, maysir dan riba yang selama ini terjadi di lembaga konvensional.
Ada tujuh prinsip yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, yaitu :
1. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS),yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan produk yang ada dalam pengelolaan investasi dana.nDPS ditemukan pada asuransi syariah tapi tidak pada asuransi konvensional
2. Akad yang akan dilaksanakan.
Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan prinsip tolong menolong (takaful), sedangkan pada asuransi konvensional berdasarkan akad jual beli (tadabbuli).
3. Prinsip perhitungan investasi dana.
Pada asuransi syariah, dasar perhitungan investasi dana berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). Pada asuransi konvensional dasar perhitungan investasi dana berdasarkan riba.
4. Kepemilikan dana.
Pada asuransi syariah dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) merupakan milik peserta seutuhnya sementara perusahaan asuransi hanya merupakan pemegang amanah atau sebagai pengelola dana (mudharib). Pada asuransi konvensional, dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasi penggunaan dana.
5. Pembayaran klaim.
Pembayaran klaim yang dilakukan oleh asuransi syariah diambil dari rekening tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta. Sejak awal menyimpan dana investasinya, peserta sudah diminta keikhlasannya bahwa akan ada penyisihan dana yang akan digunakan untuk menolong peserta lain jika terkena musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana milik perusahaan.
6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan asuransi.
Pada asuransi syariah, keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dari investasi dana peserta akan dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil, dengan proporsi yang telah disepakati bersama di awal. Sedangkan pada asuransi konvensional keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi milik perusahaan seutuhnya.
7. Kemungkinan adanya dana yang hangus.
Pada asuransi syariah tidak mengenal adanya dana yang hangus meskipun peserta asuransi menyatakan akan mengundurkan diri karena sesuatu dan lain hal. Dana yang telah disetorkan tetap dapat diambil kecuali dana yang sejak awal telah diikhlaskan masuk ke dalam rekening tabarru’ (dana kebajikan). Sedangkan pada asuransi konvensional dikenal adanya dana yang hangus jika peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo (reserving period).
Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”
2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
Haramnya praktik asuransi dalam Islam sudah banyak digaungkan oleh para ulama-ulama di Indonesia maupun manca negara. Hal ini dikarenakan adanya :
1.Gharar = Terlihat dari unsur ketidakpastian tentang sumber dana yang digunakan untuk menutupi klaim dan hak pemegang polis.
2.Maysir= Yaitu unsur judi yang gambarkan dengan kemungkinan adanya pihak yang dirugikan di atas keuntungan pihak yang lain.
3. Riba
Asuransi Syariah memiliki prinsip-prinsip antara lain :
1. Saling Membantu dan Bekerjasama
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS. Al-Maidah:2)
“Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong sesamanya.” (HR. Abu Daud)
“Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud)
2. Saling melindungi dari berbagai macam kesusahan dan kesulitan
Seperti membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum.
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…’ (QS. 4 :29)
3. Saling bertanggung jawab
4. Menghindari unsur gharar, maysir dan riba
Islam menekankan aspek keadilan, suka sama suka dan kebersamaan menghadapi resiko dalam setiap usaha dan investasi yang dirintis. Aspek inilah yang menjadi tawaran konsep untuk menggantikan gharar, maysir dan riba yang selama ini terjadi di lembaga konvensional.
Ada tujuh prinsip yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, yaitu :
1. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS),yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan produk yang ada dalam pengelolaan investasi dana.nDPS ditemukan pada asuransi syariah tapi tidak pada asuransi konvensional
2. Akad yang akan dilaksanakan.
Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan prinsip tolong menolong (takaful), sedangkan pada asuransi konvensional berdasarkan akad jual beli (tadabbuli).
3. Prinsip perhitungan investasi dana.
Pada asuransi syariah, dasar perhitungan investasi dana berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). Pada asuransi konvensional dasar perhitungan investasi dana berdasarkan riba.
4. Kepemilikan dana.
Pada asuransi syariah dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) merupakan milik peserta seutuhnya sementara perusahaan asuransi hanya merupakan pemegang amanah atau sebagai pengelola dana (mudharib). Pada asuransi konvensional, dana investasi yang terkumpul dari peserta (premi) menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasi penggunaan dana.
5. Pembayaran klaim.
Pembayaran klaim yang dilakukan oleh asuransi syariah diambil dari rekening tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta. Sejak awal menyimpan dana investasinya, peserta sudah diminta keikhlasannya bahwa akan ada penyisihan dana yang akan digunakan untuk menolong peserta lain jika terkena musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambil dari dana milik perusahaan.
6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan asuransi.
Pada asuransi syariah, keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dari investasi dana peserta akan dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai dengan prinsip bagi hasil, dengan proporsi yang telah disepakati bersama di awal. Sedangkan pada asuransi konvensional keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi milik perusahaan seutuhnya.
7. Kemungkinan adanya dana yang hangus.
Pada asuransi syariah tidak mengenal adanya dana yang hangus meskipun peserta asuransi menyatakan akan mengundurkan diri karena sesuatu dan lain hal. Dana yang telah disetorkan tetap dapat diambil kecuali dana yang sejak awal telah diikhlaskan masuk ke dalam rekening tabarru’ (dana kebajikan). Sedangkan pada asuransi konvensional dikenal adanya dana yang hangus jika peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo (reserving period).
Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional
Ada tujuh perbedaan mendasar antara asuransi syariah
dengan asuransi konvensional.
Perbedaan tersebut adalah:
Perbedaan tersebut adalah:
- Asuransi syari'ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
- Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari'ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli
- Investasi dana pada asuransi syari'ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya
- Kepemilikan dana pada asuransi syari'ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
- Dalam mekanismenya, asuransi syari'ah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru'.
- Pembayaran klaim pada asuransi syari'ah diambil dari dana tabarru' (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
- Pembagian keuntungan pada asuransi syari'ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.
B.
REASURANSI
SYARI’AH
Sejalan dengan konsep
reasuransi yang bersifat konvensional, reasuransi syariah juga beroperasi untuk
melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah perusahaan asuransi
syariah melalui investasi dalam bentuk tabarrru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai syariah.
1.
Akad yang sesuai
syariah yang dimaksud di sini adalah yang tidak mengandung gharar
(penipuan), maysir (perjudian), riba, zulm (penganiayaan), risywah
(suap), barang haram dan maksiat.
2. Reasuransi syariah
merupakan pengembangan dari industri asuransi syariah yang memiliki tujuan yang
sama dengan asuransi syariah, yaitu untuk menciptaan kerjasama yang saling
menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat, dimana satu pihak bertindak
sebagai penanggung beban kerugian (insurer) yang memungkinkan akan
menimpa pihak yang tertanggung (insured/policy holder).
3.
Pihak insurer dalam konteks asuransi syariah adalah perusahaan
asuransi syariah itu sendiri, sedangkan pihak insured adalah individu
pemegang polis. Dalam konteks reasuransi syariah, pihak insurer dalam
konteks reasuransi syariah adalah perusahaan reasuransi syariah, sedangkan
pihak insured adalah perusahaan asuransi syariah.
4.
Keterbatasan kemampuan dari perusahaan-perusahaan asuransi mendorong
kebutuhan akan adanya perusahaan reasuransi.
5.
Melalui mekanisme reasuransi ini tercipta saling pikul risiko, dimana
perusahaan asuransi mengasuransikan kembali kelolaan premi dari para anggotanya
kepada perusahaan reasuransi.
6.
Perusahaan asuransi membagi atau menyebarkan sebagian portofolio risiko
premi asuransi kepada perusahaan
Pengertian Reasuransi
Menurut
Hal Cockerell (1993 : 13), reasuransi adalah :
“Suatu sistem di mana para
perusahaan asuransi menyerahkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang
ditutupnya kepada penanggung lain yang dikenal sebagai penanggung ulang”.
Undang-undang No.
2 tahun 1992 yang menjelaskan bahwa reasuransi adalah bentuk usaha jasa
asuransi ulang berkaitan dengan resiko yang bisa terjadi dari perusahaan
asuransi jiwa, kerugian maupun asuransi lainnya.
Tujuan Reasuransi Syariah
Untuk mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterima perusahan
asuransi dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada perusahaan
reasuransi sebagai penanggung lain. Dengan pertanggungan ulang ini, penanggung
pertama dapat mengurangi atau memperkecil risiko-risiko yang diterimanya dari
sisi kerugian materil.
Hubungan Asuransi & Reasuransi
1.
Hubungan antara asuransi dan reasuransi adalah mutual relationship,
yang tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Asuransi akan sulit berkembang
tanpa reasuransi, sebaliknya reasuransi tidak pernah ada tanpa asuransi.
2.
Hubungan keduanya dinyatakan dalam bentuk kerjasama treaty yaitu
perjanjian bisnis yang mengikat kedua pihak di mana reasuransi memberikan
kapasitas otomatis kepada asuransi dan sebaliknya asuransi wajib mensesikan
portfolionya sesuai syarat-syarat yang disepakati keduanya.
3.
Sedangkan kerjasamanya fakultative, merupakan bentuk kerjasama
pilihan, yang sifatnya tidak wajib dalam memberikan dukungan reasuransinya.
Dalam kedua bentuk kerjasama tersebut, didasarkan pada proses underwriting
yang prudent. Ini berarti tidak seluruh portofolio penutupan asuransi
syariah, akan mendapat backup dari reasuransi syariah
4.
Premi Reasuransi
Dalam
asuransi jiwa untuk penentuan premi harus diperhatikan ialah penentuan tarif
(rate making), karena hal tersebut akan menentukan besarnya premi yang akan
diterima.Tarif atau premi yang ditetapkan harus bisa menutupi claim (risiko)
serta biaya-biaya asuransi, dan sebagian dari jumlah penerimaan perusahaan
(keuntungan).
5.
Klaim Reasuransi
Bagian
penting dalam administrasi reasuransi adalah menangani klaim. Suatu perusahaan
asuransi membeli reasuransi untuk mendapat penggantian atas klaim yang
ditanggung pada saat klaim tersebut jatuh tempo. Untuk memastikan bahwa klaim
yang sah dibayar tepat pada waktunya, setipa perjanjian reasuransi mencantumkan
ketentuan klaim.
Prospek Reasuransi Syariah
Reasuransi Syariah di Indonesia sudah mulai
tumbuh dan berkembang, yang ditandai dengan penambahan beberapa perusahaan
Reasuransi baik dari Nasional maupun dari Internasional (ASEAN), untuk
mendukung dan membantu mekanisme dan kegiatan transfer of risk dari perusahaan
asuransi syariah.
Perusahaan
Reasuransi Syariah
1. ReINDO syariah,
2. Nasre syariah,
3. Tugure dan
4. Marein
SUMBER-SUMBER
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar